Albania
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Albania adalah sebuah
negara yang terletak di
Eropa bagian tenggara. Albania berbatasan dengan
Montenegro di sebelah utara,
Serbia (
Kosovo) di timur laut,
Republik Makedonia di timur, dan
Yunani
di selatan. Laut Adriatik terletak di sebelah barat Albania, sedangkan
Laut Ionia di barat daya. Albania di dalam bahasanya dipanggil
Shqipëria,
yang berarti Tanah Air Burung Elang. Orang Albania mengaitkan definisi
ini sebagai julukan dari kaum mereka secara keseluruhan, dan julukan ini
juga dikaitkan sebagai pengartian dari gambar burung elang berkepala
dua di bendera dan emblem Albania (burung elang berkepala dua ini
sebenarnya adalah lambang dari
Kekaisaran Bizantium yang pernah menguasai daerah
Balkan dan
Anatolia,
yang secara bergiliran diambil dari peradaban-peradaban pra-Romawi di
Anatolia. Lambang ini juga dapat ditemukan di emblem negara-negara lain,
seperti
Rusia). Nama "Albania" pula mungkin berasal dari perkataan Indo-Eropa
albh (
putih).
Sejarah
Para sarjana percaya penduduk Albania merupakan keturunan non-Slavia, kelompok suku non-Turki yang dikenal sebagai
Illyria, yang datang di Balkan sekitar 2000 SM. Penduduk Albania modern tetap membedakan antara
Gheg (suku utara) dan
Tosk
(suku selatan). Setelah jatuh di bawah otoritas Romawi pada 165 SM,
Albania diawasi hampir secara berkelanjutan dari pergantian kekuasaan
asing sampai pertengahan
abad ke-20, dengan masa singkat pemerintahan sendiri.
Menyusul terpecahnya
Kekaisaran Romawi pada 395,
Kekaisaran Bizantium mulai menguasai daerah yang kini dikenal sebagai Albania. Pada
abad ke-11,
Kaisar Bizantium Alexius I Comnenus membuat surat keterangan di mana
dicatat pertama kalinya ada daerah atau tanah yang dikenal sebagai
Albania dan penduduknya.
Kalifah Usmaniyah menguasai Albania antara 1385-1912. Selama masa ini, kebanyakan penduduk masuk Islam, dan penduduk Albania juga beremigrasi ke
Italia,
Yunani,
Mesir dan
Turki. Walau pengawasannya secara singkat terganggu oleh pergolakan 1443-1478, dipimpin oleh
Gjergj Kastrioti Skenderbeg, Khilafah Turki Utsmani akhirnya menegaskan kembali penguasaan mereka.
Pada awal abad ke-20, Khilafah Turki Utsmani tak dapat mengendalikan kontrolnya di sini.
Liga Prizren (1878) memperkenalkan gagasan negara kebangsaan Albania dan menciptakan alfabet Albania modern. Menyusul akhir
Perang Balkan I, orang-orang Albania mengeluarkan
Proklamasi Vlore
pada 28 November 1912, mendeklarasikan 'kemerdekaan'. Perbatasan
Albania ditetapkan oleh Kekuatan Besar pada 1913. Integritas wilayah
Albania ditegaskan di Konferensi Perdamaian Paris pada 1919, setelah
Presiden Amerika Serikat Woodrow Wilson menolak rencana dengan kekuatan Eropa untuk membagi Albania di antara tetangganya.
Selama
Perang Dunia II, Albania dicaplok pertama kali oleh
Italia (1939-43) dan kemudian oleh
Jerman (1943-44). Setelah perang, pemimpin Partai Komunis
Enver Hoxha
mengatur melindungi integritas wilayah Albania selama 40 tahun
berikutnya, namun memerlukan harga politik yang sangat mahal dari
penduduknya, yang ditundukkan untuk membersihkan, mengurangi, penindasan
hak sipil dan politik, larangan total pada praktik keagamaan, dan
meningkatkan isolasi. Albania yang setia pada filsafat
Stalinis yang keras, akhirnya menarik diri dari
Pakta Warsawa pada
1968 dan menjauhkan diri dari sekutu terakhirnya,
Republik Rakyat Tiongkok pada 1978.
Menyusul kematian Hoxha pada 1985 dan kemudian kejatuhan
komunisme
pada 1991, masyarakat Albania berjuang menanggulangi isolasi dan
ketertinggalan sejarahnya. Selama masa transisi awal, pemerintah Albania
memandang ikatan yang lebih dekat dengan Barat agar memperbaiki keadaan
ekonomi dan memperkenalkan reformasi
demokrasi dasar, termasuk sistem multipartai.
Pada 1992, setelah kejayaan pemilihan yang luas bagi Partai Demokratik,
Sali Berisha
menjadi tokoh demokrasi yang pertama yang dipilih sebagai Presiden
Albania. Berisha memulai program perbaikan ekonomi dan 'demokrasi' yang
lebih berhati-hati namun saat berjalan ada desas-desus yang gagal di
pertengahan 1990an, karena
political gridlock. Di saat yang sama,
perusahaan investasi yang tak mengindahkan moral menggelapkan uang di
seluruh Albania dengan menggunakan skema piramida. Di awal 1997,
beberapa skema piramida itu kolaps, meninggalkan ribuan orang yang
bangkrut, kecewa, dan marah. Pergolakan bersenjata pecah di seluruh
negara, menimbulkan kejatuhan hampir total otoritas pemerintah. Selama
masa itu, Albania memiliki infrastruktur yang tak cukup dan kuno yang
menderita kerusakan hebat, seperti orang merampok karya umum untuk bahan
bangunan. Depot senjata di seluruh negeri dibongkar dan isinya dirampas
sehingga pada tahun tahun itu banyak beredar senjata api militer
dikalangan warga sipil Albania.
Anarki di awal 1997 menggelisahkan dunia dan mendorong mediasi internasional secara intensif.
Perintah dipulihkan oleh Angkatan Perlindungan Multinasional PBB, dan
pemerintah rekonsiliasi nasional sementara menjaga PemilU Juni 1997,
yang mengembalikan
Sosialis
dan sekutunya pada kekuasaan di tingkat nasional. Presiden Berisha
berhenti, dan Presiden penggantinya ialah dari kalangan Sosialis
Rexhep Meidani. Antara 1997 dan 2002, rangkaian pemerintahan singkat menggantikan satu sama lain.
Fatos Nano, Ketua Partai Sosialis, telah menjadi PM sejak Juni 2002.
Selama masa transisi 1997-2002, struktur demokrasi Albania yang mudah
pecah diperkuat. ParPol tambahan terbentuk, toko media massa
berkembang, organisasi dan asosiasi bisnis nonpemerintahanpun begitu.
Pada 1998, orang-orang Albania meratifikasi konstitusi baru lewat
referendum umum, menjamin kekuasaan hukum dan perlindungan hak dan kebebasan beragama.
Pada 24 Juli 2002, Alfred Moisiu disumpah sebagai Presiden. Tokoh
nonpartisan, secara nominal diasosiasikan dengan Partai Demokrat, ia
diangkat sebagai kandidat konsensus dari partai yang berkuasa dan
oposisi. Pergantian kekuasaan yang tenang dari Meidani ke Moisiu
merupakan akibat persetujuan di antara partai untuk mengajak satu sama
lain dalam pendirian struktur parlemen. "Gencatan senjata" ini membawa
ke masa baru kestabilan politik di Albania, yang dianggap dapat membuat
kemajuan berarti yang mungkin dalam reformasi demokrasi dan ekonomi,
kekuasaan inisiatif hukum, dan perkembangan hubungan Albania dengan
negara tetangganya serta AS.
Pemilihan kota seluruh negara diadakan pada Oktober 2003. Walau
perbaikan berarti melebihi tahun-tahun yang lalu, tetap tersebar
kesalahan administrasi, termasuk ketidakakakuratan daftar pemungut.
“Gencatan senjata” antarpemimpin partai mulai heboh di musim panas 2003.
Kemajuan pada perbaikan ekonomi dan politik menderita tampak selama
akhir-akhir tahun 2003 karena pertarungan politik. Bagaimanapun, pada
Desember 2003, PM Nano menekankan lagi kepemimpinannya dari Partai
Sosialis yang sedang berkuasa dan mengangkat kabinet baru.
Demografi
Menurut sensus penduduk tahun 2011, jumlah populasi Albania adalah
2.821.977 orang dengan rata-rata tingkat kesuburan rendah, yaitu 1,49
anak per wanita, sementara perkiraan jumlah penduduk tahun 2014
melaporkan peningkatan menjadi 3.020.209. Sebagai negara bekas komunis
yang masih dalam fase transisi dari menggunakan
ekonomi terencana menuju
ekonomi campuran,
banyak penduduk Albania yang beremigrasi ke negara-negara kapitalis
lain setelah jatuhnya komunisme tahun 1990-an, terutama negara-negara
Eropa Barat,
untuk mencari penghasilan lebih besar dan kehidupan yang lebih baik.
Hal ini sangat menonjol di antara tahun 1991 dan 2004, pada masa di mana
Albania terjebak dalam krisis politik, ekonomi, dan infrastruktur;
sekitar 900.000 penduduk Albania beremigrasi, dua pertiga dari mereka
menuju negara tetangga di selatan,
Yunani.
Hal ini disebabkan karena penerapan sistem komunisme Enver Hoxha tahun
1946-1985 yang ekstrem bahkan dibanding dengan sesama negara-negara
komunis lain; pemerintah melarang penduduk untuk beremigrasi, dan
imigrasipun sangat dikontrol ketat.
Albania merupakan salah satu negara yang paling homogen di daerah
Balkan, dengan lebih dari 97% populasi mengidentifikasi diri mereka
sebagai bagian dari bangsa Albania. Walau begitu, etnis minoritas yang
menetap di Albania, seperti
bangsa Yunani,
Makedonia, Montenegro,
Rom,
dan Aromania, mengkritik pemerintah yang dituduh mengurangi
penghitungan jumlah minoritas sebenarnya yang kabarnya lebih banyak
dibanding yang diakui. Albania sendiri mengakui etnis Yunani, Makedonia,
dan Montenegro, sebagai etnis nasional, sementara etnis Aromania dan
Rom diakui sebagai etnis budaya. Etnis minoritas lain seperti bangsa
Bulgaria, Gorani, Serbia, Mesir Balkan, Bosnia, dan Yahudi, juga menetap
namun tidak diakui di Albania. Etnis Makedonia terutama menduga bahwa
pemerintah Albania agaknya mendiskriminasi bangsa mereka - tidak seperti
bangsa Yunani, etnis Makedonia tidak memiliki perwakilan di parlemen
Albania. Beberapa pihak mengatakan adanya ketidaksetujuan antara warga
negara Albania berbahasa Slavik mengenai keanggotaannya dari bangsa
Makedonia dan jumlah yang signifikan dari penutur
bahasa Slavik itu ialah
Torbesh dan identitas diri sebagai orang Albania. Perkiraan luar mengenai penduduk etnis Makedonia di Albania termasuk 10.000
[1], sedangkan sumber-sumber Makedonia menyatakan bahwa ada 120.000 - 350.000 jiwa etnis Makedonia di Albania.
[2]
Sensus tahun 2011 melaporkan susunan etnis populasi Albania sebagai
berikut: 2.312.356 orang Albania (82,6% dari total penduduk), 24.243
orang Yunani (0,9%), 5.512 orang Makedonia (0,2%), 366 orang Montenegro
(0,01%), 8.266 orang Aromania (0,3%), 8.301 orang Rom (0,3%), 3.368
orang Mesir Balkan (0,1%), 2.644 orang dari etnis lain-lain (0,1%),
390.938 tidak benyatakan afliasi etnis (14%), dan 44.144 tidak
menganggap afliasi penting (1,6%)
Bahasa
Bahasa yang resmi adalah bahasa
Albania,
dan sekitar 98.7% penduduknya berbahasa Albania. Bahasa Albania dibagi
menjadi dua dialek: Gheg yang dipakai di daerah utara (serta
negara-negara tetangga seperti Montenegro, Serbia, dan Kosovo), dan Tosk
yang dipakai di daerah selatan. Kedua dialek dipisahkan oleh sungai
Shkumbin di tengah Albania. Selama ratusan tahun, dialek Gheg dipakai
sebagai
lingua franca di Albania dan komunitas Albania di negara lain, namun pemerintahan komunisme dibawah pimpinan Enver Hoxha (yang berasal dari
Gjirokastër
di Albania selatan) menetapkan dialek Tosk sebagai bahasa standar,
status yang masih digunakan hingga sekarang. Selain bahasa Albania,
bahasa Yunani
juga digunakan oleh komunitas kecil Yunani yang menetap di dekat
perbatasan dengan Yunani. Bahasa lain yang digunakan antara lain
bahasa Makedonia,
Rom,
Serbia, dll.
Agama
Agama di Albania (2011)
Islam Sunni (58.8%)
Bektashi (2%)
Kristen Ortodoks (7%)
Kristen Katolik (10%)
Kristen lain-lain (0.2%)
Lain-lain (5.5%)
Tidak mengidentifikasi (14%)
Ateis (2.5%)
Albania adalah satu-satunya negara di Eropa (mengecualikan
Turki
yang adalah negara lintas benua) yang mayoritas penduduknya beragama
Islam (Bosnia dan Herzegovina memiliki pluralitas Islam, sementara
kemerdekaan
Kosovo
masih diperdebatkan). Menurut sensus tahun 2011, 58.79% dari jumlah
penduduk beragama Islam Sunni, sementara 2% lainnya mengikuti
Bektashisme, salah satu
tarekat
dari Sufisme. 17.06% penduduk beragama Kristen, menjadikannya agama
terbesar kedua di Albania, sementara sisa penduduk mengikuti agama lain
atau tidak beragama. Sebelum Perang Dunia II, 70% dari jumlah populasi
beragama Islam, 20% Kristen Ortodoks, dan 10% Kristen Katolik.
Persebaran Islam di Albania (dan di daerah Balkan secara keseluruhan)
disebabkan oleh pemerintahan Kesultanan Usmaniyah dari abad ke 15 hingga
20 yang menguasai daerah Balkan hingga bangkitnya nasionalisme daerah
Balkan setelah kemerdakaan Yunani; sebelumnya, mayoritas penduduk
Albania beragama Kristen Ortodoks.
Walau begitu, menurut penelitian tahun 2010, Albania adalah salah
satu negara yang paling tidak beriman di dunia; hanya 39% dari jumlah
populasi yang menganggap agama memainkan peran penting dalam kehidupan
mereka. Hal ini disebabkan karena setelah kemerdakan dari Kesultanan
Usmaniyah, republik dan kerajaan yang memerintah di Albania dari tahun
1912 hingga 1945 tidak menetapkan agama resmi dan melemahkan peran ulama
dan klerus dalam kehidupan sehari-hari. Kebijakan ini dibawa semakin
jauh pada pemerintahan komunis setelah kemerdakaan Albania dari
Jerman Nazi,
di mana pemerintah melarang praktik agama dengan ancaman hukuman
penjara, menghancurkan tempat-tempat ibadah, dan menyatakan Albania
sebagai "negara ateis" pertama di dunia. Alhasil, setelah kejatuhan
komunisme pada tahun 1991, sebagian besar penduduk Albania bisa dibilang
hanya mengidentifikasi agama mereka pada nama saja, sementara dalam
kehidupan sehari-hari mereka ateis. Mereka yang masih mempraktikkan
agama juga memisahkannya dengan negara (sekularisme).
Lihat pula
Bacaan lebih lanjut
- Negara dan Bangsa Jilid 7: Eropa, Amerika Utara. Jakarta: Widyadara. 1988. ISBN 979-8087-06-2. (Indonesia)
Referensi
Pranala luar